Title: Enoshima Prism
Director: Yasuhiro Yoshida
Writer: Yasuhiro Yoshida, Hirotoshi Kobayashi
Producer: Kazushi Miki, Mika Umehashi
Cinematographer: Yoichi Chiashi
Release Date: August 10, 2013
Runtime: 90 min.
Genre: Teen / Sci-Fi
Language: Japanese
Cast
Sota Fukushi as Shuta Jogasaki
Shuhei Nomura as Saku Kijima
Tsubasa Honda as Michiru Ando
Honoka Miki as Kyoko-chan
Summary
Shuta, Saku and Michiru have been best friends since they were kids. Tragedy strikes the friends when during the winter of 2010, Saku dies from a heart attack. After Saku's death, Shuta and Michiru become more distant. On the third year anniversary of Saku's death, Shuta boards a train in the Enoshima subway. Somehow, Shuta travels back in time to 2010, before Saku died from a heart attack. Although Shuta is confused by the time change, he attempts to save Saku by changing the past.
Review
Tema time travelling bukan hal baru lagi di Jepang, mengingat Jepang merupakan negara industri yang cukup terkenal teknologinya, tak heran kalau warganya juga sering berkhayal tentang menjelajahi waktu. Tapi seperti tipikal orang Jepang -yang saya tangkap dari film, drama, anime, dan manganya- mereka senang sekali membuat lelucon dari berbagai topik, termasuk time travel. Film ini bukan film comedy kok, cuma agak menggelikan aja bagian waktu Shuta akan menjelajah waktu, harus pasang pose khusus soalnya. Kayak gini nih.
Kisah ini diawali oleh Shuta yang bermimpi tentang kenangan masa kecilnya melihat pelangi bersama Saku dan Michiru. Kita juga diperlihatkan betapa dekatnya mereka dari foto-foto di kamar Shuta. Kemudian Shuta bangun dan harus menghandiri 2 tahun peringatan kematian Saku. Di rumah Saku lah Shuta menemukan buku Kimi Wo Time Travel (Kau juga penjelajah waktu). Di dalam buku itu terdapat jam yang diklaim dapat membuatnya menjelajah waktu beserta petunjuk penggunaannya.
Ketika dalam perjalanan pulang, iseng-iseng Shuta mencoba jam biru unyu-unyu itu, dan .. kereta memasuki trowongan ... gelap ... gelap ... dan .. eng ing eng!
|
Sugoi ~ desune? |
Shuta kembali ke dua tahun yang lalu, tepat sebelum hari kematian Saku.
Entah ini aneh atau tidak, tapi selain kekagetannya melihat Saku lagi, tapi sepertinya Shuta tidak terlalu shock dengan kembalinya dia ke tahun 2010. Hmm.. Eniwey, Shuta dan Saku ke sekolah mereka hari itu untuk membantu Michiru bersih-bersih aula dan kelas (sepertinya ruang lab) tapi ketika sekumpulan tim basket melihat Shuta yang membolos latihan -Shuta dua tahun lalu ijin latihan karena keracunan makanan, jadi Shuta masa ini lagi dirumah bolak balik ke wc-, mereka melempar bola basket ke arah Shuta dan Shoot! kena kepalanya, tapi eh, Shuta tadi jatuh, kok ilang?
Ternyata dalam beberapa kondisi, Shuta bisa kembali ke masa depan lagi (dengan menghilang). Shuta kebingungan, tapi dia yakin apa yang dialaminya bukan mimpi, jadi dia mendatangi sekolahnya dan menanyakan pada salah satu gurunya tentang pelangi yang dibuat dia dan sahabat-sahabatnya di 'mimpi'nya. Dan ya, itu bukan mimpi, memori orang lain tentang kelas itu berubah dengan pelangi buatan mereka. Shuta akhirnya bertanya pada gurunya itu tentang perjalanan waktu, mengklaim kalau dia sedang menulis sci-fi novel, apakah sejarah mungkin diubah? Gurunya menjelaskan tentang time paradox, pararel world, etc etc yang masih menjadi penghalang penciptaan mesin waktu sendiri.
Tapi Shuta tidak peduli tentang semua itu, melihat bahwa sejarah bisa diubah (pelangi yang tidak ada jadi ada) Shuta yakin bisa mencegah kematian Saku. Dan dia bertekad melakukannya. Shuta kembali ke rumah Saku untuk mengambil jam ajaib unyu-unyu milik Saku dan kembali lagi, ke masa lalu.
Namun, mengubah sejarah, takdir, tulisan Tuhan, apakah mungkin? dan jika memang mungkin, apa konsekuensinya?
Terlepas dari semua itu, let's talk about the movie instead of the story. Karena ya, well, ceritanya emang dapetlah, standard buat orang yang kembali ke masa lalu, mengubah sejarah, tapi ngga meh kok filmnya -partly karena Fukushi Sota :p-. Anyway, ada beberapa hal yang mengganjal, it could be spoilers, but people are looking for synopsises these days anyway, so... and I'll apologize beforehand if I'm too detailed in reading things :
a. Hari peringatan kematian Saku adalah 20 Desember 2010, dan ketika Shuta kembali ke masa 2 tahun lalu, dia kembali di tanggal 20 Desember 2010 dan berkata dalam hati kalau itu adalah satu hari sebelum kematian Saku. Bukannya hari peringatan itu hari kematian ya?
b. Aku ngerti konsep perjalanan waktu dengan dilambangkan oleh jam tangan, tapi... seriously? for Japan, that is understandable -considering the jokes- and ridicoulously ironic -such a tech country, yet...-
c. Aku masih ngga bisa nangkep peraturan ketika seseorang mengubah sejarah disini, I really can't. Maksudku okelah seseorang yang seharusnya meninggal tapi dihalangi itu pasti ada konsekuensinya, alam atau akhirat pasti meminta penggantinya, tapi hilang ingatan? Come on, you could do better than that.
d. Dan apa yang terjadi dengan Kyoko-chan juga masih ngga masuk akal, bagaimana dia bisa terjebak di waktu / masa tapi terikat di satu tempat. Terus gimana dengan peraturan yang membuat dia hilang ingatan? Itu ngga berlaku untuk gadis?
e. Juga, menghalangi kematian yang akan terjadi, takdir yang telah ditetapkan Tuhan tentang kematian seseorang, umur seseorang, tapi hal itu diubah oleh seorang manusia biasa dan mesinnya, bukankah itu tindakan yang bahkan melewati kuasa Tuhan? Memangnya orang Jepang mayoritasnya Atheis seperti di Korea Selatan ya?
Tapi hey, like I said, this isn't a meh movie, agak konyol dan ngga masuk akal memang, tapi kebersamaan ketiga sahabat ini dari awal sampai akhir cukup membuatku menitikan air mata beberapa kali. Bagaimana pada akhirnya, mereka menepati janji mereka bahkan tanpa adanya ingatan akan janji itu sendiri. Ketika mereka ada untuk satu sama lain. Ketika persahabatan itu bukan lagi hanya berupa persahabatan. Ketika, meskipun mereka tidak lagi mengenal satu sama lain, mereka memiliki familiarity yang sama. Ketika pada akhirnya, senyum di sahabat mereka lebih berharga dari apapun.
But you know what? It will all be a better ending if only Saku's dead. Aku bukannya suka dengan sad ending, tapi toh ending film ini juga ngga happy happy amat. Tapi seriously, bukankah lebih baik kalau Saku dibuat meninggal pada akhirnya? tidak menyalahi takdir Tuhan, pertama. Dan itu juga akan memaksa Shuta untuk move forward, mengikhlaskan kepergian Saku, dan membebaskan dirinya dari rasa bersalah, bahwa itu memang takdirnya, dan itu tak bisa diubah, bahkan oleh mesin yang bisa menghidupkan lagi kenangan sekalipun.
Overall, it wasn't a bad movie, but not a good one either, well bagus sih sebenernya kalau melihat sisi the feelsnya, tapi berdasarkan logika is a no no movie. Orang yang suka science disarankan untuk tidak menonton film ini, tapi orang yang suka melihat sahabat yang ada untuk satu sama lain, you are very welcome to watch it.